NgeShare - Merasa

by - 4/16/2015


Tepatnya sudah 3 minggu ini, sering menyeruak di gendang telingaku akan suara tangisan. Suara tangis rintihan kesakitan yang berasal dari balik tembok kos-kosan. Tembok kamar kosku tepatnya, yang dibaliknya terdapat suatu keberadaan kehidupan. Kehidupan keluarga sederhana yang di antaranya ada seorang anak kecil yang akan merasa lebih bahagia. Mengapa lebih bahagia? Jawabnya ada pada sambungan cerita di bawah [ini].

Tiap pukul 02.00 WIB, aku terbangun dari mimpi, yang tentu karena mendengar tangis anak kecil itu, tangis yang terdengar begitu menyakitkan. Apa karena teraniaya? Bukan, tentu bukan, melainkan karena tak tahan akan rasa sakit pasca operasinya. Ia merasa gatal, ia merasa perih, kedua rasa itulah yang aku dengar dari keluhnya. Namun, ketika di siang pun sore hari rasa itu sepertinya tak terasa, karena tak ada suara tangis yang ada, hanya suara tawa darinya bersama keluarga. Dari cerita mbah kosku yang merupakan tetangga dekat keluarga itu, tepatnya tetangga dekat kakek dan nenek anak kecil itu, sudah 3 minggu lamanya anak itu selesai menjalani operasi. Operasi itu adalah operasi penyambungan syaraf kaki.

Semula dari lahir ada sedikit gangguan terhadap kedua kakinya, terutama terletak pada syaraf kakinya yang menyebabkan ia tak mungkin atau tak mampu untuk berjalan hingga di usianya 5 tahun sekarang. Namun, bukan berarti di setiap ketidakmungkinan tak akan ada kemungkinan, kemungkinan akan selalu ada pada mereka yang percaya. Dan itulah yang terjadi pada anak kecil ini, berkat kepedulian orang-orang yang percaya dan menyayanginya, kemungkinan untuk anak kecil itu menjadi ada. Dalam waktu sekitar 2 bulan lagi, selepas proses penyembuhannya, ia akan dapat untuk melangkah, melangkah ke jalan yang seperti sekarang kita rasakan, dan mungkin saja akan melampauinya.

Di suatu hari, saat aku berada di kamar kos, ada kata-kata dari anak kecil itu yang seketika membuatku terenyuh, yaitu ketika ia berkata, "Mbah, nanti kalau aku udah sembuh, aku pengen jalan-jalan sama Mbah Uti, Mbah Kung, sama Bapak Ibu juga". Itulah kata-kata yang sampai sekarang masih merasuk dalam pikiranku. Sebuah kata-kata yang merupakan permintaan sederhana dari seorang anak kecil berumur 5 tahun.

Aku tersentuh dan aku merasa mendapat pelajaran lagi tentang arti rasa syukur dalam hidup. Pelajaran yang aku dapat dari seorang anak kecil berumur 5 tahun. Ya, walau awalnya aku merasa terganggu atas tangis rintihnya itu. Tapi, ya namanya manusia, jika telah terbiasa maka rasa terganggu itu perlahan berlalu begitu saja. Dan bukan hanya tangisnya, tapi juga aku dengarkan cerita dan keingintahuannya, yang kian bertanya-tanya kepada nenek dan kakeknya terutama. Adapun gelak tawa yang mereka timbulkan juga, seakan-akan aku juga ada di dalamnya, yang itu kadang membuatku merasa, “aku tak pernah sendiri di sini”.

Sawer


Anda suka dengan tulisan-tulisan di blog ini? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan blog ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol sawer di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

0 comments